Komplek Makam Sunan Drajat |
Sunan Drajat adalah salah satu Putra dari Kanjeng Sunan Ampel, Beliau bersaudara dengan Sunan Bonang,Dimasa Kecil Beliau dipanggil dengan Nama Raden Qosim,Ketika beliau dewasa mendapatkan gelar sebagai Syarifuddin. Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama Islam di desa Drajat sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada tahun saka 1442/1520 masehi
Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban lewat Jalan Daendels (Anyar-Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaraan pribadi.
Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Tentang Filsafat Beliau:
Mengabadikan Filsafat Beliau |
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
- Memangun resep teyasing Sasomo (kita selalu membuat senang hati orang lain)
- Jroning suko kudu eling Ian waspodo (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
- Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo bayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
- Meper Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
- Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita - cita luhur).
- Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan shalat lima waktu)
- Menehono teken marang wong kang wuto, Menehono mangan marang wong kang luwe, Menehono busono marang wong kang wudo, Menehono ngiyup marang wongkang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Gamelan Singo Mengkok |
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singomengkoknya Sunan Drajat kini tersimpan di Musium Daerah.
Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Musium Daerah SunanDrajat disebelah timur Makam. Musium ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1 Maret 1992. Dalam menyabarkan agama islam, Sunan Drajat beliau menggunakan media gamelan Singo Mengkok. Beliau terkenal dengan sifat beliau yang sabar,cerdas,dan bijaksana.
Ketika Sunan Drajat wafat, beliau dimakamkan di Paciran. Lokasinya tidak jauh dari wisata WBL.Makam Sunan Drajat tidak pernah sepi untuk dikunjungi para peziarah yang tidak dari dalam kota saja, melainkan dari luar kota. Para peziarah mendo'akan Sunan Drajat dengan khusyuk sekali. Mereka merasa berhutang budi atas perjuangan Sunan Drajat dalam syiar agam islam.
Sudah lama, makam Sunan Drajat dijadikan sebagai objek wisata rohani. Disana dijual berbagai acesoris islami seperti tasbih, sajadah, kopyah, gelang, makanan khas Lamongan, dan masih banyak lagi. Kalau mau tahu selengkapnya, datang sendiri ke Makam Sunan Drajat di Paciran. Setidaknya menjelang bulan Ramadan dan Syawal nama Tanjung Kodok ramai disebut orang. Di tempat itu para ulama mengintip rukyat guna menentukan datangnya bulan puasa dan hari Lebaran. Kini Tanjung Kodok menjadi makin meriah karena di tempat itu berdiri fasilitas wisata bernama Wisata Bahari Lamongan yang popular disebut WBL.
Ketika Sunan Drajat wafat, beliau dimakamkan di Paciran. Lokasinya tidak jauh dari wisata WBL.Makam Sunan Drajat tidak pernah sepi untuk dikunjungi para peziarah yang tidak dari dalam kota saja, melainkan dari luar kota. Para peziarah mendo'akan Sunan Drajat dengan khusyuk sekali. Mereka merasa berhutang budi atas perjuangan Sunan Drajat dalam syiar agam islam.
Sudah lama, makam Sunan Drajat dijadikan sebagai objek wisata rohani. Disana dijual berbagai acesoris islami seperti tasbih, sajadah, kopyah, gelang, makanan khas Lamongan, dan masih banyak lagi. Kalau mau tahu selengkapnya, datang sendiri ke Makam Sunan Drajat di Paciran. Setidaknya menjelang bulan Ramadan dan Syawal nama Tanjung Kodok ramai disebut orang. Di tempat itu para ulama mengintip rukyat guna menentukan datangnya bulan puasa dan hari Lebaran. Kini Tanjung Kodok menjadi makin meriah karena di tempat itu berdiri fasilitas wisata bernama Wisata Bahari Lamongan yang popular disebut WBL.
Alqur'an Peninggalan Beliau |
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, SH untuk menyelamatkan dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangunan Gapura Paduraksa senilai Rp. 98 juta dan anggaran Rp. 100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Masjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paseban, bale rante serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.